Bagaimana Jika Ternyata Bukan Aku Orangnya?

Aku merasa bahwa perasaan bahagia ini menyihirku terlalu lama dan dalam,

aku masuk pada pikiran yang semakin rumit setiap harinya,

memikirkan banyak hal dan pertanyaan yang tak kunjung jua ku temukan jawabannya,

melihat wajahnya saja membuatku bertanya-tanya apakah masih ada luka yang dia simpan sendiri dalam diamnya?

atau bahkan luka dalam setiap tawa kencangnya bersama teman-temannya?


aku mendekap hati dalam keraguan dan ketakutan akan kehilangan,

lagi untuk kesekian kali,

berulang kali bertanya dan meyakinkan diri bahwa bagaimanapun cerita akhirnya,

aku akan tetap baik-baik saja karena ini bukan pertama kalinya.


aku tahu mungkin terdengar aneh mengkhawatirkan sesuatu yang sebenarnya belum terjadi,

berulangkali dalam sehari, 

bahkan bisa ribuan kali kupikirkan,

tapi semua kemungkinan-kemungkinan buruk yang ku pikirkan mungkin bisa membantu meringankan cedera luka yang kelak akan aku dapatkan.


tentangnya dan kenangan indah yang pernah dibangun bersama,

apakah yakin dia telah benar-benar lupa semuanya?

lagi-lagi aku meragukan kehadiranku kesekian kali dalam hidupnya,

bagaimana jika bersamaku dia masih mengingatnya?

bagaimana jika bersamaku tak kunjung menyembuhkan luka dan perasaan dalam tentangnya?

bagaimana jika ternyata tetap bukan aku orangnya?

bagaimana jika selama ini bukan aku tujuan akhirnya?

sanggupkah aku menanggung rasa sakit melepaskan dan kehilangannya untuk kesekian kali?


membayangkannya saja membuat hatiku begitu sakit,

bahkan tak terbayang bagaimana hancurnya aku jika semua itu terjadi,

sesederhana mungkin memang bukan dia orangnya,

lantas bagaimana dengan semua rasa yang sudah ku ramu dengan baik dan tulus untuk nya?

bagaimana denganku yang hanya bisa berdiam dan tidak mampu mencegahnya untuk tetap tinggal disisiku?

meskipun ingin, rasanya begitu sakit jika dipaksakan bukan?


sanggupkah aku menahan seseorang yang bahkan bahagianya saja bukan denganku?

sanggupkah aku mempertahankan egoku untuk menahannya?

sanggupkan aku memaksakan semuanya demi hatiku?

bolehkah untuk kali ini saja aku berhasil memenangkan cintaku?

bolehkan untuk kali ini saja aku tidak mengalah?


saat namanya tanpa sengaja ia ucapkan saja pikirku langsung berantakan,

ada perasaan bersalah dalam diriku, perasaan marah, dan sedih yang berkecamuk dalam dada,

ingin menangis rasanya, tapi bagaimana jika tangisku hanya membuatnya semakin merasa bersalah terhadapku?

bagaimana jika selama ini dia hanya memaksakan kebahagiannya denganku?

bagaimana jika ia tidak benar-benar bahagia?

bahkan hingga akhir, tetap dia yang ku khawatirkan daripada diriku sendiri.


bagaimana bisa aku melempar diriku sendiri kedalam cerita yang bahkan resiko dari akhir buruknya saja aku tidak sanggup untuk menerimanya?



Comments

Popular posts from this blog

III

II